Tuesday, February 05, 2008

Wajah Ganda Soeharto

Mimin Dwi Hartono

Tokoh kontroversial yang berkuasa selama 32 tahun itu telah pergi untuk selama-lamanya. Banyak yang bersedih dan berat melepas kepergiannya ke alam baka, yaitu yang bersedih karena merasa kehilangan tokoh besar yang telah mencatat prestasi pembangunan selama 32 tahun dan yang bersedih karena Soeharto telah meninggal tanpa terlebih dulu dituntut untuk mempertanggungjawabkan kejahatan pelanggaran hak-hak asasi manusia serta kejahatan terhadap kemanusiaan yang dilakukannya selama ia berkuasa.

Sebelum dan pasca-meninggalnya Soeharto, yang menyeruak di televisi dan media massa adalah jasa-jasa baik dan prestasi kerja kepemimpinannya, dari predikatnya sebagai Bapak Pembangunan hingga sebagai presiden yang mampu menjaga stabilitas ekonomi dan moneter. Media massa dianggap terlalu tendensius dan tidak secara seimbang memberitakan sosok Soeharto yang sebenarnya, terutama pada hari-hari setelah ia meninggal.

Secara umum Soeharto adalah sosok berwajah ganda yang tidak bisa dengan mudah dipisahkan antara satu dan yang lain, seperti layaknya dua sisi mata uang yang sama, yaitu wajah baik dan wajah buruk. Wajah baik Soeharto, secara umum, terdongkrak oleh kinerjanya dalam memacu pertumbuhan sektor ekonomi dan percepatan pembangunan. Sektor ini, selama Soeharto memerintah, mencatat prestasi yang cukup meyakinkan, karena berhasil meraih pertumbuhan ekonomi rata-rata 7 persen per tahun sehingga meraih predikat sebagai salah satu macan ekonomi dan keajaiban ekonomi di Asia (The Asian Miracle). Stabilitas sembilan bahan kebutuhan pokok cukup baik sehingga harga-harga bahan kebutuhan pokok dapat dijangkau masyarakat, termasuk yang miskin sekalipun.

Pada tingkat regional di Asia Tenggara, Soeharto dikenal sebagai salah satu penggagas berdirinya Organisasi Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (Association of South East Asian Nations) pada 1967. Di tingkat internasional, Indonesia pernah beberapa kali mengirimkan pasukan perdamaian di bawah payung pasukan baret biru Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk menjaga perdamaian di belahan dunia yang sedang dilanda konflik atau peperangan. Soeharto juga pernah mendapat penghargaan dari Food and Agricultural Organization karena dinilai sukses dalam mencapai tingkat swasembada pangan, bahkan Indonesia bisa mengekspor beras ke luar negeri.

Wajah buruk Soeharto terutama mulai muncul setelah ia dilengserkan, karena pada saat masih berkuasa, jarang yang berani mengungkap borok-borok pemerintah Soeharto. Catatan berbagai pelanggaran hak-hak asasi manusia dan kejahatan terhadap kemanusiaan adalah yang paling menonjol di era Soeharto, yang dikenal sangat otoriter dan represif. Hal ini dimulai dari peristiwa pembunuhan anggota masyarakat yang diduga pengikut Partai Komunis Indonesia. Diperkirakan jutaan orang terbunuh pada peristiwa itu dan sampai saat ini belum diungkap karena masih banyaknya kontroversi di balik peristiwa yang menggores luka bangsa hingga sekarang.

Hal lain yang berkaitan adalah pemasungan hak-hak berpolitik, dengan kebebasan berpendapat dan berekspresi sangat dibatasi, bahkan direpresi, karena bisa dianggap merongrong dan membahayakan kelangsungan pemerintahan. Kebebasan berpolitik hanya dibatasi pada dua partai, yaitu Partai Persatuan Pembangunan dan Partai Demokrasi Indonesia serta organisasi massa Golongan Karya (Golkar). Sebagai akibatnya, partai politik yang seharusnya sebagai wahana dan mekanisme penyaluran aspirasi politik masyarakat hanya dijadikan kosmetik politik yang seolah-olah sudah memenuhi prinsip dan kaidah demokrasi, padahal hal itu omong kosong belaka.

Pelanggaran atas hak-hak pembangunan pun marak terjadi, dengan banyaknya proyek pembangunan yang dikerjakan dengan cara-cara tidak manusiawi, yaitu menggusur permukiman dan sumber penghidupan warga, seperti kasus pembangunan Waduk Kedungombo di Jawa Tengah dan Waduk Nipah di Madura. Akibat pembangunan waduk dengan dana utang dari lembaga keuangan internasional, di antaranya Bank Dunia, tersebut, puluhan ribu rakyat tergusur dari tanah mereka dan kehilangan sumber-sumber penghidupan mereka. Penjarahan sumber daya hutan juga terjadi sangat masif dan sistematis di era Soeharto melalui pemberian hak pengusahaan hutan (HPH) yang hanya dikuasai oleh segelintir keluarga dan kroni-kroni Soeharto. Modus HPH menjadi alat yang ampuh untuk menghancurkan hutan alam Indonesia dari Sabang sampai Merauke, tanpa ada pihak yang mampu melawannya.

Penghancuran hutan atas nama pembangunan ekonomi tersebut telah menyebabkan terjadinya kerusakan lingkungan yang mengakibatkan bencana ekologis dan pengusiran masyarakat adat dari tanah ulayat serta hutan sumber penghidupannya. Eksploitasi tambang emas dan tembaga oleh PT Freeport yang telah menghancurkan alam dan budaya masyarakat asli Papua juga menjadi monumen peninggalan pemerintah Soeharto hingga saat ini.

Catatan buruk lain yang menghiasi wajah Soeharto adalah penerapan daerah operasi militer di Aceh dan Papua yang diduga telah menyebabkan ratusan ribu orang meninggal tanpa sebab sebagai pelampiasan ambisi rezim Soeharto menguasai sumber daya alam kedua daerah yang sangat kaya tersebut.

Melihat sosok Soeharto adalah dua sosok yang kontroversial pada tubuh yang sama. Namun, secara umum keduanya saling berkaitan, dengan prestasi kerja rezim Soeharto yang dilakukan melalui cara-cara yang telah melanggar hak-hak asasi manusia. Karena itu, masyarakat diharapkan secara bijak dan kritis melihat hal ini. Sebab, ternyata kenikmatan pembangunan yang dialami pada era Soeharto dilakukan dengan cara merampas hak-hak asasi manusia serta telah menimbulkan kesengsaraan bagi jutaan orang yang sampai saat ini masih berjuang untuk memperoleh keadilan dan menuntut reparasi atas pelanggaran hak-hak asasi manusia yang dilakukan oleh Soeharto serta kroni-kroninya.

No comments: