Friday, November 30, 2007

Beautiful New Zealand....



Kecantikan negara di belahan pasifik ini sungguh bukan omong kosong belaka. Tidak salah jika banyak yang memberikan predikat pada negara bekas jajahan Britania Raya ini sebagai salah satu negara tercantik di dunia.


Dengan jumlah penduduk tidak lebih dari 4 juta jiwa dan luasan daratan (terdiri atas dua pula utama, yaitu Northern dan Southern Island) yang kurang lebih 2 kali besar Pulau Jawa, maka terbentang luaslah permadani hijau di negeri yang mayoritas penduduknya sebagai petani (yang kaya) ini. Bagaimana tidak kaya. Setiap petani bisa memiliki puluhan hektar lahan untuk menggembalakan ternaknya yang jumlahnya mencapai ratusan ekor per petani. Tidak heran jika bentangan perjalanan menuju Auckland (bekas ibukota negara, sekarang menjad pusat bisnis dan ekonomi) dari Wellington, terhampar luas permadani hijau yang menonjolkan otot-ototnya dan terisi oleh jejak kaki jutaan hewan ternak. Kambing, sapi, kuda, alpaca (hewan sejenis dengan kambing asal Peru), dan banteng.


Tidak terbantahkan jika populasi ternak di negara ini berkali-kali lipat dari jumlah manusianya. Hewan ternak telah menjajah manusia, begitu kata teman saya dari Nepal, yang bersama 7 orang teman menikmati perjalanan weekend dari Wellington-Auckland sejauh kurang lebih 600 kilometer dan selama 10 jam perjalanan darat. Bahkan lebih dahsyat lagi apa yang disampaikan teman yang satu lagi dari etnis Aborigin Australia, orang New Zealand sangat menghamba pada keindahan dan kerapihan. Sehingga mereka tidak akan rela jika halamannya kotor atau rumputnya tidak rapi, hingga pekerjaan merapikan rumput menjadi bagian keseharian mereka. Dan memang benar, kerapian bisa ditemukan sepanjang jalan dan pelosok negara ini. Setidaknya dari perjalanan antara dua kota terbesar di New Zealand.


Pun dengan rumah-rumah penduduk, yang sederhana. Terbangun dari kaya papan yang ulet, rumah di negara ini menjadi daya tarik tersendiri. Karena masuk dalam plat gempa utama di ring Pasifik, penduduk memutuskan untuk membangun rumahnya dari kayu papan. Terlepas dari latar belakang di daerah gempa utama, bangunan-bangunan kayu itu tersebut mensuratkan sebuah kehidupan yang sederhana di negara yang masuk dalam kategori maju ini.


Oh ya, jangan lupa bahwa di negara ini masyarakat aslinya, yaitu Maori, sangat diakui dan dihormati. Melalui Kesepakatan Waitangi (Waitangi Treaty) pada tahun 1840 antara Ratu Inggris dengan pemimpin suku Maori, terbangun kesepakatan akan saling menghargai dan melindungi hak-hak masyarakat asli New Zealand. Piagam ini masih sangat aktual dan relevan sampai sekarang, walaupun dari pengamatan saya masyarakat Maori tetap menjadi kaum yang terpinggirkan. Mereka mendapatkan pekerjaan yang berada di pinggiran, sebagai sopir bus, sopir taksi, sopir truk pengangkut sampah, dan seterusnya.


Dan jangan lupa bahwa gadis-gadis disini begitu aduhai, cantik memesona, ramah, dan bersahaja. Tidak lelah mata memandang dan mengaguminya. Maka lengkaplah kecantikan negara ini, alamnya, dan juga manusianya.....

(to be continued)


No comments: